Senin, 03 Mei 2010

TEGAR BERKAT SENTUHAN TUHAN

Diceritakan bahwa ada seorang aktris ternama dari Prancis bernama Eve Lavallier yang sangat terkenal pada masanya, merasa hidupnya sangat tertekan. Ia merasa semua orang tidak menghargainya lagi, dan Tuhan mungkin telah meninggalkannya. Pada suatu malam ia pergi ke suatu jembatan sungai Seine di kota Paris untuk bunuh diri. Ia mau menerjunkan dirinya dari atas jembatan itu ke dalam sungai. Pada saat itu tiba-tiba lewat seseorang yang tidak dikenalnya. Tetapi orang itu rupanya mengenal sang aktris. Orang itu menyapa dengan ramah dan mengatakan bahwa ia sangat bahagia bisa bertemu pada malam itu dengan aktris drama terkenal. Selanjutnya orang itu berkata,”Saya seorang fans yang fanatik dari anda. Hampir semua drama yang anda perani sudah saya tonton. Setiap kali sehabis saya nonton drama anda, saya merasa diteguhkan untuk lebih tegar dalam menjalani hidup ini!”.

Sesudah itu orang yang tidak dikenal itu berlalu begitu saja, tetapi aktris drama itu tiba-tiba terhenyak, seolah-olah ia menemukan kembali semangat hidupnya. Ia berbisik dalam hatinya:”Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengirimkan orang itu tepat pada waktunya, atau mungkin Engkau sendiri yang datang untuk meneguhkan hamba-Mu yang lemah ini...

Bersyukurlah Senantiasa

Selalu bersyukur? Memangnya gampang? Alih-alih bersyukur, mengeluh senantiasa itulah kebiasaan kita. Manusia tidak pernah puas, begitulah yang sering kita dengar. Benarkah ada banyak hal yang dapat kita syukuri? Selama ini kita cenderung hanya mensyukuri hal-hal yang membuat kita bahagia dan senang. Sementara banyak berkat-berkat kecil yang terlewatkan begitu saja, karena kita menganggapnya sebagai yang seharusnya (we take for granted). Kita dapat mengawali hari kita dengan mengucap syukur atas hari yang baru, atas matahari yang dengan setia terbit tiap pagi. Kalaupun pagi itu hujan, tentunya tidak berkurang syukur kita. Tiba di kantor atau tujuan kita yang lain, kita bersyukur atas perlindunganNYA dalam perjalanan kita. Berjumpa dengan teman-teman, kita merasakan indahnya persahabatan. Sering kita lupa, betapa beruntungnya kita mempunyai orang tua yang mengasihi kita, yang mencintai kita tanpa syarat, yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita dan berusaha memberikan pendidikan terbaik untuk kita.. Kita mempunyai saudara-saudara yang memperhatikan; tempat berbagi cerita, suka dan duka. Juga ada guru/dosen yang telah membagikan ilmunya kepada kita. Kalau kita sakit, kita bertanya kepada TUHAN, mengapa kita diberi penyakit? Sedangkan kalau sehat, kita jarang mensyukurinya. Bersyukurlah kepada TUHAN karena organ-organ dalam tubuh kita bekerja dengan baik tanpa kita perintah. Panca indera kita membantu kita untuk melihat, merasakan, mendengar dan mencium indahnya ciptaan TUHAN (yang hanya kadang-kadang kita syukuri). Kita sering mengeluh pekerjaan kita membosankan, gajinya kecil padahal tanggung jawabnya besar, atasan kita menyebalkan, dst, dst. Kita lupa bahwa masih banyak saudara kita yang menganggur di luar sana. Kita membuang-buang makanan (karena mengambil terlalu banyak, tidak disimpan dengan baik sehingga menjadi rusak/busuk, dsb) sementara beribu-ribu orang di negeri ini tidak mampu makan dengan layak. Kita merasa iri dengan tetangga atau teman kita karena rumah mereka lebih bagus dan nyaman dibandingkan rumah kita dan tidak bersyukur bahwa kita punya tempat untuk beristirahat dengan nyaman setelah beraktivitas seharian.

Sebagai orang Kristiani kita sering tidak menyadari bahwa melalui pembaptisan kita telah diangkat sebagai Anak Allah, telah diselamatkan oleh wafat Kristus di kayu salib. Menerima kehadiran Kristus sendiri dalam Sakramen Maha Kudus pun, begitu-begitu saja, nothing special. Makan roti biasa saja tanpa penghayatan bahwa Kristus benar-benar hadir dalam diri kita. Sakramen Pengakuan Dosa juga cuma sekedar rutinitas saja menjelang hari raya Natal dan Paskah. Jadi mengapa kita harus bersyukur? Apa untungnya? Karena dengan bersyukur kita menyadari sungguh besar kasih Allah kepada kita. Dengan demikian kita dapat semakin merasa dekat denganNYA, dapat berbagi beban denganNYA (bdk Mat 11:28). Dengan bersyukur berarti kita menerima semua hal yang kita syukuri tersebut. Penerimaan kita ini merupakan salah satu cara kita untuk membalas kasih Allah. Dengan penerimaan ini pula, kita dapat beroleh damaiNYA. Dengan menerima peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup kita, kita tidak lagi membuang-buang energi untuk menyalahkan orang lain (bahkan TUHAN), iri atas kebahagiaan orang lain, membuat rencana buruk terhadap orang lain, dsb yang malah membuat kita tidak tenang.

Hidup Hanya Sebuah Perjalanan

Dulu, ada seorang Kaisar yang mengatakan pada salah seorang penunggang kudanya, jika dia bisa naik kuda dan menjelajahi daerah seluas apapun, Kaisar akan memberikan kepadanya daerah seluas yang bisa dijelajahinya. Kontan si penunggang kuda itu melompat ke punggung kudanya dan melesat secepat mungkin untuk menjelajahi dataran seluas mungkin.

Dia melaju dan terus melaju, melecuti kudanya untuk lari secepat mungkin. Ketika lapar dan letih, dia tidak berhenti karena dia ingin menguasai dataran seluas mungkin. Akhirnya, sampailah dia pada suatu tempat dimana cukup luas daerah telah berhasil dijelajahinya, dan dia menjadi begitu kelelahan dan hampir mati.

Lalu dia berkata terhadap dirinya sendiri, "Mengapa aku memaksa diri begitu keras untuk

menguasai daerah yang begitu luas? Sekarang aku sudah sekarat, dan aku hanya butuh tempat yang begitu kecil untuk menguburkan diriku sendiri."

Cerita ini mirip dengan perjalanan hidup kita. Kita memaksa diri begitu keras tiap hari untuk mencari uang, kuasa, dan keyakinan diri. Kita mengabaikan kesehatan kita, waktu kita bersama keluarga, dan kesempatan mengagumi keindahan sekitar, hal-hal yang ingin kita lakukan, dan juga kehidupan rohani dan pelayanan kita.

Suatu hari ketika kita menoleh ke belakang, kita akan melihat betapa kita tidak membutuhkan sebanyak itu, tapi kita tak mampu memutar mundur waktu atas semua yang tidak sempat kita lakukan. Maka, sempatkanlah untuk memikirkan barang sejenak

apa yang akan kita lakukan apabila kita mati besok.

Atau apa yang akan kita lakukan jika kita meninggal dalam waktu seminggu? Sebulan? Setahun? Sepuluh tahun? 40 tahun lagi? Bukankah suatu hal yang menyenangkan sekaligus menyeramkan mengetahui kapan kita akan mati? Tapi, itulah -- kita tidak tahu, kita semua tidak ada yang tahu...

Jalanilah hidup yang seimbang - Belajarlah untuk menghormati dan menikmati kehidupan, dan yang terutama: Mengetahui apa yang TERPENTING dalam hidup ini.

Perhatikan Huruf-Huruf Kecilnya


“BELI MOTOR DAPAT MOBIL”

Kamu tertarik dengan iklan semacam ini? Iklan semacam ini tertulis dengan huruf-huruf besar di Koran-koran atau dibrosur. Siapa yang tidak tertarik dengan iklan seperti itu. Ternyata iklan itu tidak menipu. Hanya saja, informasinya kurang lengkap. Karena itu, kalau kamu membaca iklan, harap tidak hanya membaca huruf-huruf besarnya saja. Tetapi bacalah juga huruf-huruf kecilnya. Ternyata huruf-huruf kecilnya tidak seindah huruf besarnya.

Kalau kita membaca huruf-huruf besarnya saja, dunia ini memang tampak indah, nikmat dan memikat. Seperti bila kamu masuk ke pusat-pusat perbelanjaan di kota besar. Wah, semuanya serba terang dan cemerlang, serta rapi dan menarik. Namun, itu hanya huruf-huruf besarnya. Sebab bila kamu mau memperoleh benda-benda yang memikat hati itu, maka bacalah angka-angka pada label harganya. Biasanya ditulis dengan huruf kecil.

Apabila kamu menerima tawaran yang menarik, jangan hanya memperhatikan huruf-huruf besarnya, tetapi perhatikanlah terutama huruf kecilnya. Sebab di dalam huruf-huruf kecil itulah, biasanya tertulis berapa harga yang harus kamu bayar.

Ini juga pengalaman Yesus di padang gurun. Ketika Ia dicobai oleh Iblis. Ia mendapat tawaran manis yang ditulis dengan huruf-huruf besar. “Semua itu-itu berarti semua kerajaan dunia dengan segala kemegahannya-akan kuberikan kepadaMu…” Tidak ada via dolorosa. Tidak ada penderitaan. Tidak ada salib. Tawaran yang menarik. Namun Yesus tidak segera tertatik. Ia mau mendengar dulu huruf-huruf kecilnya. Berapa harga yang Yesus harus bayar untuk itu? ”Jika Engkau sujud menyembah aku.”

“SEMUA INI AKAN KUBERIKAN KEPADAMU!”(Suara keras)

“Jika Engkau sujud menyembah aku” (bisik-bisik) Iblis tahu persis bahwa dunia ini ada dua tipe pembeli.

Tipe pertama adalah orang yang berhati-hati. Ada tawaran. Menarik. Tertarik. Tapi ambil kalkulator dulu. Dihitung-hitung dulu. Apakah harganya memang pantas dengan barang yang akan diperoleh. Jaket gratis memang menarik.

Tapi kalau untuk mendapatkan jaket itu saya harus membeli sebuah sepeda motor, ya tunggu dulu. Tipe yang pertama adalah tipe orang yang tidak hanya tertarik kepada huruf-huruf besar, tetapi juga memperhatikan huruf-huruf kecil.

Tapi ada tipe yang lain. Yang kedengarannya aneh, namun orang-orang seperti ini semakin banyak saja. Orang-orang yang tidak peduli pada huruf-huruf kecil. Pokoknya dapat. Dunia dengan segala kemegahannya. Berapa pun harganya, bayar. Menyembah iblis juga tidak apa-apa.

Akibatnya? Memang semakin banyak orang yang bergemilang dalam kemegahan dan kemewahan dunia ini. Namun serentak dengan itu? Semakin banyak pula orang yang menyembah iblis, yang menaklukkan dan memperhambakan diri kepadanya. Orang-orang yang mempunyai lebih banyak, tetapi tidak menjadi lebih baik.

"Iman dalam kehidupan"

oleh Eka Darmaputera

Talenta

Talenta adalah ukuran berat. Seperti kilogram atau pon atau kati. Jadi satu talenta emas tentu berbeda nilainya dibandingkan dengan 1 talenta perak, misalnya. Pada zaman Yesus, yang dijadikan patokan bisanya adalah 1 talenta perak. Satu talenta perak, nilainya kurang lebih 360.000 rupiah.

Dalam perumpamaan Yesus, ada orang yang diberi 5 talenta. Artinya, kurang lebih 1.800.000 rupiah. Ada juga orang yang diberi 2 talenta, 720.000 rupiah. Dan kemudian ada yang diberi 1 talenta, 360.000 rupiah.

Dibandingkan dengan 5 atau 2 talenta, 1 talenta tentu saja tidak terlalu besar. Tapi harus kita akui, 360.000 rupiah bukanlah jumlah yang kecil. Satu talenta adalah jumlah yang lumayan. Jumlah yang cukup.

Setiap orang memang diberi talenta yang berbeda-beda. Ada yang 5, ada yang 2, ada yang 1. Tapi tidak ada yang tidak diberi apa-apa. Bahkan yang mendapat talenta paling kecil pun, sebenarnya mendapat cukup, 360.000 rupiah. Jadi, jangan pernah kamu katakan bahwa kamu tidak memperoleh apa-apa. Jangan pernah kamu katakan kamu tidak mempunyai apa-apa. Tidak bisa apa-apa. Kamu mungkin hanya mempunyai sedikit, tetapi cukup.

Sam Foss adalah seorang pengarang Inggris yang terkenal. Ia gemar sekali bertualang. Pada suatu hari, ia kecapekan dan kehausan di tengah hutan. Ketika beristirahat, matanya tertuju kepada sebuah papan tua penunjuk jalan. Disitu ada anak panah dan sebuah tulisan: “Silakan mampir dan menikmati air sejuk!” Come in and have a cool drink.

Ia mengikuti arah yang ditunjuk oleh anak panah itu. Dan tiba pada sebuah mata air yang amat jernih serta sejuk. Setelah minum, kemudian ia duduk. Tiba-tiba matanya tertumbuk pada sekeranjang apel hutan. Ada lagi tulisan di keranjang itu. “Silakan ambil”. Help yourself.

Rasa ingin tahunya menjadi-jadi. Pasti ada orang yang melakukan semua itu. Siapa?

Ternyata ada sepasang suami-istri tua yang tinggal disitu. Ketika ditanya mengapa, mereka menjawab, “Kami terlalu miskin untuk mengundang dan menjamu anda di rumah kami. Tapi kami ingin berbuat sesuatu.”

Sepasang suami-istri tua ini mungkin hanya diberi 1 talenta. Tetapi ternyata sudah cukup untuk berbuat sesuatu yang bermakna dan berguna.

Oleh karena itu, persoalannya, bukanlah berapa besar talenta yang kamu miliki, tetapi bagaimana memanfaatkan sebaik-baiknya apa yang kamu miliki itu. Untuk apa orang yang memiliki 10 jam sehari tetapi tidak memanfaatkannya? Lebih baik orang yang hanya punya ½ jam namun memanfaatkannya dengan baik.


SANGKAR BURUNG KOSONG


Ada seorang bernama George Thomas, seorang pastor di kota kecil New England. Pada hari Paskah pagi, ia bersiap mempersembahkan misa di suatu tempat agak jauh dari kota. Ia membawa sebuah sangkar burung kosong yang sudah reyot, kotor tak terurus, dan menepatkannya di dekat altar. Alis umatnya mulai terangkat, dan mereka mulai bertanya-tanya. Dalam kotbahnya Sang Pastor mulai menjelaskan tentang sangkar burung tersebut. Dalam perjalanan saya ke sini tadi, saya bertemu dengan seorang anak kecil melangkah berlenggang sambil mengayun-ayunkan sangkar burung ini. Di dalamnya terdapat 3 ekor anak burung liar, meringkuk kedinginan dan ketakutan. Saya berhenti dan bertanya kepada anak tersebut : Apa yang kamu bawa, anakku?? Jawab anak itu:?Ah, cuma burung-burung kecil? Apa yang akan kamu lakukan terhadap burung-burung kecil itu?? Akan saya bawa pulang dan saya pakai mainan. Saya suka mencabuti bulunya, dan pasti mereka akan ribut kesakitan. Ramai. Pasti ramai dan menyenangkan. Ya, tapi kan cuma sebentar. Burungnya kecil, pasti bulunya cepat habis. Lalu kalau sudah habis, mau kamu apakan lagi?? Saya punya dua ekor kucing di rumah. Mereka sangat suka makan burung. Apalagi burung kecil begini. Lucu kan melihat burung-burung yang sudah tidak berbulu mencoba menghindar dari kucing. Tapi pasti kucingku akan dapat memakan mereka dengan mudah. Saya terdiam sesaat, lalu saya tanyakan pada anak itu lagi: Anakku, bolehkah saya beli burung-burung itu?? Anak tersebut menatap saya dengan tercengang, lalu jawabnya: Bapak jangan main-main. Siapa yang mau burung liar begini?? Berapa?? Bapak, burung ini liar, tidak dapat bernyanyi, tidak indah. Ini burung biasa, tidak ada istimewanya. Apa menariknya untuk Bapak?? Berapa?? Si Anak memandang saya dengan tajam, lalu sambil tersenyum menantang katanya: Sepuluh dollar. Saya uluran uang sepuluh dolar kepadanya, dan ia-pun lalu meninggalkan sangkar burungnya dan segera lari menghilang sambil berteriak-teriak kegirangan. Saya lalu melanjutkan perjalanan ke sini. Sesampai di suatu tempat yang agak rimbun, banyak pohon dan perdu, saya berhenti lagi, dan saya lepaskan ketiga anak burung tadi. Nah, sampai disini, jelaslah sudah hal ikhwal kandang burung yang diletakkan di atas latar ini.

Kemudian Sang Pastor melanjutkan kotbahnya sebagai berikut: Suatu hari, Setan dan Yesus ngobrol berdua. Setan baru saja datang dari Taman Eden dan lalu menyombongkan diri, katanya: Sus, aku baru saja menguasai sebuah dunia yang penuh dengan manusia. Aku sudah siapkan berbagai bujukan bagi mereka dan pasti mereka tidak akan dapat menghindar. Pasti mereka akan termakan dengan segala tipu dayaku. Tanya Yesus kepadanya: Akan kau apakan mereka?? "Pokoknya aku akan menikmati semuanya. Pasti mengasyikkan. Aku akan membujuk mereka supaya kawin cerai, saling selingkuh, saling membenci, saling mencederai dan saling bunuh. Aku akan membujuk mereka untuk menjadi pemabuk, perokok, saling caci, saling hujat. Aku akan membantu mereka untuk menemukan dan merakit bom agar lebih mudah bagi mereka untuk saling bunuh. Terus, kalau sudah begitu, apa yang akan kamu lakukan?? kata Yesus sabar. Aku akan binasakan mereka. Berapa yang kamu minta untuk menebus mereka? ? Tanya Yesus. Jangan bercanda. Kamu tidak akan suka mereka, Sus. Mereka itu tidak baik. Kenapa kamu tertarik dengan mereka? Aku yakin mereka akan membenci kamu! Mereka akan meludahi kamu, mencercamu, dan bahkan akan membunuhmu. Yakinlah, kamu tidak akan tertarik dengan mereka. Berapa?? tanya Yesus lagi, lebih mendesak setan menatap Yesus tajam, lalu katanya sinis: Murah, cuma cukup air matamu dan darahmu. DAN YESUSPUN MEMBAYARNYA TUNAI. Sang Pastor pun mengakhiri kotbahnya.

Illustrasi Wortel, Telur dan Kopi


Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru. Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya. Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?" "Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?" Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi 'kesulitan' yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik.

Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. "Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya. "Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?" Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu." "Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?." "Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat." "Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik."

Allah Bapa Seperti Pemulung



"Ada satu hal di mana TUHAN tidak berkuasa untuk melakukannya" TUHAN tidak berkuasa untuk tidak menepati janjiNYA. Ia begitu setia akan janjiNYA.(Mazmur 12:7)


Suatu hari Guru sekolah minggu memberikan tugas kepada murid-muridnya: Seperti apa Allah Bapa itu? "Untuk mudahnya, kalian harus melihat Dia sebagai seorang Bapa.. seorang papi," ujar guru tsb.
Minggu berikutnya, guru tsb menagih PR dari setiap murid yang ada. "Allah Bapa itu seperti Dokter!" ujar seorang anak yang papanya adalah dokter. "Ia sanggup menyembuhkan sakit penyakit seberat apapun!" "Allah Bapa itu seperti Guru!" ujar seorang anak yang lain. "Dia selalu mengajarkan kita untuk melakukan yang baik dan benar." "Allah Bapa itu seperti Hakim!" ujar seorang anak yang papanya adalah hakim dengan bangga,"Ia adil dan memutuskan segala perkara di bumi." "Menurut aku Allah Bapa itu seperti Arsitek. Dia membangun rumah yang indah untuk kita di surga!" ujar seorang anak tidak mau kalah. "Allah Bapa itu Raja! Paling tinggi di antara yang lain!" "Allah Bapa itu pokoknya kaya sekali deh! Apa saja yang kita minta Dia punya!" ujar seorang anak konglomerat.
Guru tsb tersenyum ketika satu demi satu anak memperkenalkan image Allah Bapa dengan semangat. Tetapi ada satu anak yang sedari tadi diam saja dan nampak risih mendengar jawaban anak2 lain. "Eddy, menurut kamu siapa Allah Bapa itu?" ujar ibu guru dengan lembut. Ia tahu anak ini tidak seberuntung anak2 yang lain dalam hal ekonomi, dan cenderung lebih tertutup.

Eddy hampir2 tidak mengangkat mukanya, dan suaranya begitu pelan waktu menjawab,"Ayah saya seorang pemulung... jadi saya pikir... Allah Bapa itu Seorang Pemulung Ulung." Ibu guru terkejut bukan main, dan anak-anak lain

mulai protes mendengar Allah Bapa disamakan dengan pemulung. Eddy mulai ketakutan. "Eddy,"ujar ibu guru lagi. "Mengapa kamu samakan Allah Bapa dengan pemulung?"
Untuk pertama kalinya Eddy mengangkat wajahnya dan menatap ke sekeliling sebelum akhirnya menjawab,"Karena Ia memungut sampah yang tidak berguna seperti Eddy dan menjadikan Eddy manusia baru, Ia menjadikan Eddy anakNya."
Memang bukankah Dia adalah Pemulung Ulung? Dia memungut sampah-sampah seperti saudara dan saya, menjadikan kita anak-anakNya, hidup baru bersama Dia, dan bahkan menjadikan kita pewaris kerajaan Allah.
Yohanes 3:16 “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."


Efesus 2:8 Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu sendiri melainkan pemberian Allah.

Our God is able! "Not by power, not by might, but by My Spirits, says the LORD" (Zach 4:6).

(www.pondokrenungan.com)

A LETTER FROM GOD


Saat kau bangun di pagi hari, Aku memandangmu dan berharap engkau akan berbicara kepadaKu, walaupun hanya sepatah kata, meminta pendapatKu atas sesuatu hal indah yang terjadi dalam hidupmu kemarin. Tetapi Aku melihat engkau begitu sibuk mempersiapkan diri untuk pergi sekolah. Aku kembali menanti. Saat engkau sedang bersiap, Aku tahu akan ada sedikit waktu bagimu untuk berhenti dan menyapaKu, tetapi engkau terlalu sibuk. Di suatu tempat engkau duduk di sebuah kursi selama lima belas menit tanpa melakukan apapun, engkau membayangkan temanmu, pacarmu, dan kejadian menyenangkan yang membuat engkau tersenyum. Kemudian Aku melihat engkau menggerakkan kakimu. Aku berfikir engkau ingin berbicara kepadKu, tetapi engkau berjalan kearah handphone dan meng-sms seorang teman untuk sesuatu hal.

Aku melihatmu ketika engkau pergi sekolah dan menanti dengan sabar sepanjang hari. Dengan semua kegiatanmu, Aku berfikir engkau terlalu sibuk untuk mengucapkan sesuatu kepadaKu. Sebelum makan siang, Aku melihatmu memandang sekeliling, mungkin engkau merasa malu untuk berbicara kepadaKu, itulah sebabnya mengapa engkau tidak menundukkan kepalamu. Engkau memandang tiga atau empat meja disekitarmu dan melihat beberapa temanmu berbicara kepadaKu dengan lemah lembut sebelum mereka makan, tetapi engkau tidak melakukannya. Tidak apa-apa.

Masih ada waktu yang tersisa, dan Aku berharap engkau akan berbicara kepadaKu. Meskipun saat engkau pulang ke rumah kelihatannya seakan-akan banyak hal yang harus kau kerjakan. Setelah beberapa hal tersebut selesai engkau kerjakan, engkau menyalakan tapemu tanpa memikirkan apapun, hanya menikmati alunan musik yang keluar. Kembali Aku menanti dengan sabar saat kau mendengarkan musik sambil menikmati makanan, tetapi engkau kembali tidak berbicara kepadaKu.

Saat tidur, Kupikir engkau terlalu lelah. Setelah kau mengucapkan selamat malam kepada keluargamu, kau melompat ke tempat tidur dan tak lama kemudian...tertidur. Tak apa-apa karena Kupikir engkau tidak menyadari bahwa Aku selalu hadir di dekatmu.

Aku telah bersabar lebih lama dari yang kau sadari. Aku bahkan ingin mengajarkan bagaimana bersabar terhadap orang lain. Aku sangat mengasihimu, setiap hari Aku menantikan sepatah kata, doa atau pikiran atau syukur dari hatimu.

Baiklah....engkau bangun kembali dan kembali Aku menanti dengan penuh kasih bahwa hari ini engkau akan memberiKu sedikit waktu.

Semoga harimu menyenangkan

BAPAmu

“Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu”

Pengkhotbah 12 : 1 a


The Price of Love

Alkisah di sebuah desa hiduplah seorang wanita dengan wajah yang buruk rupa. Sedemikian buruknya sehingga para pemuda di desa itu menjauhinya. Di desa tersebut ada sebuah kebiasaan untuk memberi mas kawin dari pria yang hendak melamar gadis. Banyak tidaknya mas kawin yang diberikan tersebut tergantung dari kecantikan sang gadis. Jadi apabila gadis itu berwajah biasa-biasa saja, maka mas kawinnya berharga seekor kambing. Kalau lebih cantik lagi, jumlah kambingnya bertambah banyak. Dan yang terbanyak mas kawinnya sampai saat itu adalah mas kawin primadona di desa tersebut, sebanyak 10 ekor kambing. Setiap orang berguman tentang 'harga' gadis jelek itu. Mereka berkata; "Ah,dia kan buruk rupa. Mana ada yang mau dengan dia. Jangankan seekor kambing, seekor ayampun pasti tidak ada yang mau membayarnya." Dan yang lain berkata: "Jangankan seekor ayam, membayarnya dengan bangkai ayam matipun pasti tidak ada yang mau." Dan mereka menertawakan nasib gadis malang yang buruk rupa itu. Gadis itu bolak-balik medengar gurauan mereka, dan hatinya menjadi sedih dan terluka. Harga dirinya rusak, dan dia sendiri hampir percaya, bahwa tidak ada seorangpun yang mau mengambil dia sebagai istri. Sampai suatu saat, tersiar kabar bahwa gadis buruk rupa itu disunting oleh pemuda dari desa seberang. Dan penduduk desapun bertanya-tanya, pemuda malang manakah yang gila meminang gadis buruk rupa itu?

Mereka berbondong-bondong datang ke rumah orang tua gadis buruk rupa tersebut dan bermaksud menanyakan tentang kebenaran hal tersebut. Dan alangkah kagetnya mereka, ketika sampai di sana, mereka menemukan mas kawin dari pemuda itu. Mas kawinnya berupa sapi! Tidak pernah ada seorang wanita cantik manapun yang pernah diberi mas kawin semahal dan seberharga itu! Bahkan gadis tercantik di desa itu hanya 'seberharga' 10 ekor kambing. Dan mereka lebih terkejut lagi ketika mendapatkan bahwa tidak hanya seekor sapi, tapi ada sepuluh ekor sapi di kandang di samping rumah gadis buruk rupa itu. Sepuluh? Ya sepuluh ekor sapi!

Mereka tambah penasaran. Oleh sebab itu, penduduk berbondong-bondong berjalan ke desa seberang untuk melihat bagaimana nasib wanita buruk rupa itu. Berjuta pertanyaan muncul saat itu.

"Kok pemuda itu gila ya? Matanya buta kali, nggak liat apa kalo dia jelek setengah mati?" "Ah jangan-jangan cuma dijadikan pembantu rumah tangga, pasti diberi makanan yang sedikit lalu dijual lagi ke pedagang budak belian."

Ketika sampai di rumah pemuda tersebut, mereka melihat bahwa rumah tersebut amatlah mewah. Dindingnya diukir dengan amat indah. Dan mereka semakin yakin bahwa dugaan mereka tentang wanita malang ini akan dijadikan pembantu rumah tangga dan budak adalah benar.

Ketika mereka mengetuk pintu, seorang pemuda yang amat tampan menyambut mereka. Dia memperkenalkan diri sebagai pemilik rumah. Mereka bertanya apakah mereka bisa bertemu dengan gadis tersebut. Sang pemuda kembali masuk ke rumah, setelah mempersilahkan mereka duduk di ruang tamu.

Seorang wanita muda yang cantik datang menyambut mereka. Rambutnya tertata rapi, tutur katanya halus, dengan ramah ia mempersilahkan mereka mengambil makanan dan minuman.

Penduduk bertanya, di manakah gerangan gadis yang berasal dari desa mereka?

Apakah baik-baik saja? Dimanakah ia sekarang? Wanita yang cantik tersebut menjawab, "Sayalah orangnya". Orang-orangpun melongo, melotot, dan tak mampu berkata-kata. Mereka

bertanya? Apakah benar? Apakah mereka tak salah liat ? Gadis itu kan jelek sekali, sementara wanita di depan mereka itu amat anggun, amat cantik.

Wanita tersebut berkata, "Saya merasa cantik, ketika saya mengetahui bahwa suami saya menghargai saya dengan jumlah yang amat tinggi. Saya sadar bahwa dia berusaha berkata bahwa saya cantik, bukan seperti apa kata orang, tetapi karena dia mencintai saya sebesar itu. Sebagai balasannya, "Saya berusaha memberikan yang terbaik yang pernah saya bisa berikan, karena saya

tahu, suami saya membeli saya dengan harga yang amat mahal. Saya berdandan dengan cantik, saya mengubah model rambut saya, dan berusaha menyenangkan hati suami saya. Dan inilah saya yang sekarang.

*********

Ada seseorang yang menghargai kamu lebih dari sekedar 10 ekor sapi. Ada seseorang yang menghargai kamu dengan nyawanya sendiri. Nah sekarang, engkau tahu ada seseorang yang benar-benar mencintai engkau. Dan harganya adalah nyawanya sendiri. Gadis itu telah menghargai dirinya sendiri dengan baik. Dia tahu bahwa suaminya membelinya dengan harga yang amat mahal. Dan pertanyaannya sekarang, apakah balasanmu untuk-Nya yang telah membelimu dari dosa dengan menebusnya di atas kayu salib? Engkau berharga, untuk itulah Dia rela mati di atas kayu salib demi menebus dosa-dosa-Mu. Biarpun seluruh dunia berkata bahwa engkau tidak berharga, tapi engkau tetap berharga dimata-Nya. Suatu hari, ada yg pernah bertanya secara pribadi kepada Tuhan. Tuhan, sebesar apakah Engkau mengasihi aku? Dia menjawab dengan merentangkan tangan-Nya di atas kayu salib dan mati bagiku. Harga sebuah cinta dari-Nya adalah nyawaNya, Dia mati buat saya dan kamu.

"For God had such love for the world that He gave His only Son, so that whoever has faith in Him may not come to destruction but have eternal life.

(John 3:16)."

AMBISI BERLEBIHAN


Suryani sudah tidak ada lagi, tetapi kisahnya selalu hadir di dalam hati. Dia seorang mahasiswa yang sangat baik, tekun beribadah dan belajar tetapi dia pemalu dan kurang kreatif. Suryani sangat sayang pada orang tua dan saudara- saudaranya. Dia anak ke empat dari delapan bersaudara. Ayahnya seorang Kepala SD Negeri dan ibunya seorang petani. Mereka adalah keluarga yang rukun dan sederhana. Di masa kuliah Suryani sangat tekun sekali belajar. Dia selalu bersaat teduh Pkl. 03.30, kemudian Pkl. 04.00 – 06.00 dia belajar, demikian setiap hari. Indeks Prestasinya ternyata memang sangat bagus, rata –rata IP 3 setiap semester. Suryani diakui memang sangat serius belajar, sampai seringkali lupa sarapan, terlambat makan siang, tidak sempat berolahraga, apalagi yang namanya refreshing. Teman-teman dan orang tuanya selalu menasihati tetapi gak pernah dihiraukan. Bagi Suryani belajar adalah segala-galanya. Tapi sayang, ambisinya tidak membawa kesuksesan. Pada semester tiga dia terserang penyakit paru-paru, dan semester lima terkena penyakit typhus akut. Akhirnya Suryani meninggal dunia di RS. Orang tua dan saudara-saudaranya sangat kehilangan Suryani. Setiap melihat teman-teman kuliahnya pulang kampung, Ayah dan Ibunya selalu menangis.. Pada akhir hidupnya Suryani berpesan supaya tidak ada yang mengulangi kesalahannya yang terlalu berambisi.